Chapter 2 : Bening Cintamu

Twilight by Owl City mengalun lembut dari ponsel Sean. Sebuah nada dan irama yang berpaut sempurna menggugah benih kerinduan dihatinya. Sean menatap keluar jendela diantara semerbak hujan yang tengah mengguyur kota. Dengan malas ia mengaduk cangkir kopi instan yang diseduhnya kemudian meminumnya dengan setengah tergesa.

58b39a60603dab14568575bd13e6b52f

Image Source : likeanoldstory by tumblr

 

“Hai Sean, aku dibawah. Segera turun ya.” Suara dari balik ponsel setengah berteriak.

“Oke.”

“Eve, ada apa selarut ini?” Sambut Sean setelah mempersilahkan tamunya untuk masuk.

“Sean, aku rasa aku kehilangan sosokmu yang ku kenal” Seloroh Evelyn menyeringai sambil menyapu kepala Sean dengan jemarinya.

Sean kikuk seraya menunjukkan kegelisahannya. Bagaimana mungkin Evelyn yang selama tiga tahun terakhir tak pernah ia temui tiba-tiba berdiri dihadapannya seperti ini. Pikiran Sean memaksanya menggulirkan kembali waktu tiga tahun sebelum kepergian Eve. Eve memutuskan untuk melanjutkan study-nya di luar negeri untuk waktu yang lama tanpa memberitahu pada Sean. Sean justru mengetahui kabar tentang Evelyn lewat sosial media pada waktu itu. Pada akhirnya membuat Sean enggan untuk bertegur sapa setelah apa yang dilakukan Eve padanya. Setidaknya, Sean yang pada waktu itu adalah kekasihnya merasa bukan sebuah kewajaran untuk hal yang terjadi. Meski rasa penasaran dan kekecewaan yang meraung dihatinya Sean tetap saja enggan bertanya dan memilih diam.

“Kamu masih marah?” Eve menggelayut manja.

Sean tersenyum, tangannya perlahan meraih lengan Eve dan menurunkannya dari bahunya.

It’s okay, udah cukup lama. Aku udah lupain semuanya. Kabar kamu baik?”

“Hmm..Iya, aku baik. Tapi ngga sebaik yang aku pikirkan sebelum ketemu kamu lagi. Kamu udah benar-benar berubah.” Eve menghela napas.

Sean menatap Evelyn tajam seolah iya ingin menembus semua isi hati dan pikiran gadis itu. Baginya tak cukupkah apa yang sudah dilakukan Evelyn padanya. Melupakan semuanya? Sean meringis, sendirinya ia menepis apa yang telah diucapkan lidahnya. Tiga tahun yang ia jalani tanpa Evelyn adalah ketidakteraturan, seolah irama tanpa nada. Mengetahui bahwa Evelyn telah mengabaikannya dan memiliki ‘teman’ baru disana. Ya, enggan untuk bertutur, enggan untuk bertanya, enggan untuk menyapa, tapi setiap waktu adalah tentang rasa ingin tahu. Apa dia baik-baik saja? Hal apa yang membuatnya melakukan ini? Apakah ia terdesak? Apa masih ada aku dalam hatinya? Apa aku penghalang baginya? Namun semua pertanyaan ini berakhir dengan jawaban, sudahlah dia pasti punya alasannya meski aku tak ingin menunggunya aku harus pastikan kisahnya berakhir bahagia.

“Greg memperlakukanmu dengan sangat baik.” Kata-kata itu meluncur begitu saja dari bibir Sean.

“Ya, dia baik. Greg mendapatkan pekerjaan impiannya dan kami akan menikah diakhir musim semi nanti.”

“Baguslah, aku senang mendengarnya. Akan kupastikan hadir.” Sahut Sean.

Evelyn menatapnya lembut. “Sean, aku berharap tidak. Aku berpikir kau lebih baik tidak datang. Aku minta maaf karena mengatakan ini.”

“Ok, terserah padamu. Aku juga berpikir lebih baik untuk tidak bertemu Greg. Mungkin akan kupatahkan kakinya atau menembaknya. Haha.” Sean tergelak.

Eve tersenyum. “Kau tidak berubah. Hangat. Aku banyak bercerita tentangmu. Greg akan sangat senang menemuimu. Tapi mungkin aku yang belum menyiapkan diri untuk menemuimu nanti.”

Evelyn membalikkan badan dan berlalu begitu saja setelah mengecup dahi Sean yang terpaku karenanya.

Tepat diakhir musim semi. Sean yang pada akhirnya memantapkan hati untuk tetap datang menghadiri resepsi pernikahan Greg dan Eve. Setelah menempuh perjalanan selama sembilan jam dan beristirahat sejenak Sean, bersiap-siap menuju tempat pesta berlangsung.

Terlihat aneh saat Sean merasa suasananya seolah tempat pemakaman yang dipenuhi bunga-bunga segar dan para tamu hilir mudik dengan suasana serba hitam. Goth. Pikirnya. Untuk apa Eve memilih tema seperti ini. Sean terkesiap saat seorang wanita separuh baya mengajaknya duduk.

671b7bafa431e82bed1400a8330a4269
Image Source : letsgetweddy.com

“Kamu pasti Sean”. Sapanya.

Sean yang agak kebingungan hanya membalasnya dengan senyuman.

“Eve sangat suka menggambar, dia menggambarkan segala sesuatu dengan kalimat yang berasal dari pikirannya. Dan gambaranmu hampir sempurna seperti apa yang ia tuliskan sebelum kepergiannya awal musim semi.” Terang wanita itu sambil tak hentinya menatap Sean.

“Apa maksud Anda?” Tanya Sean. Awal musim semi adalah pertemuan sesingkat mimpi di apartemen Sean malam itu. “Maaf jika saya tidak memahami apa yang Anda maksud.” Tanyanya sopan.

“Baiklah, tidak apa-apa. Aku akan menemuimu lagi nanti.” Perempuan setengah baya yang ternyata adalah Ibunya Evelyn itu meninggalkan Sean di kursinya.

Sean yang masih bertanya-tanya kebingungan akhirnya tak sabar untuk mencari tahu apa yang sebenarnya terjadi. Ia mengejar sang Ibu yang sedari tadi berjalan tergesa meninggalkannya. Berhenti dan terpaku saat Sean melihat pengantin wanita yang sedang berpelukan dengan Ibunya itu menatapnya secara bersamaan dengan tatapan setengah terkejut.

“Eve, apa yang terjadi?” Sean meraih lengan sang pengantin wanita. “Aku tau perasaanmu. Kau bahkan mencintaiku melebihi dirimu sendiri”. Sean meringis. “Katakan padaku apa yang perlu aku ketahui.”

Greg datang menghampiri Sean dan sang pengantin. Sementara Sang Ibu tak kuasa menahan air matanya yang membuat Sean semakin terjebak dalam kepahitan, kepedihan dalam tanda tanya besar.

“Greg, biarkan aku menjelaskan padanya.” Sang gadis akhirnya membuka suara.

Greg mengangguk. “Ya, Anne. Sean adalah temanku juga.” Jawaban Greg menambah kebingungan Sean. Siapa Anne? Batinnya.

“Sean, kamu benar. Dia mencintaimu lebih dari dirinya sendiri. Eve adalah saudari kembarku. Meski kami bersaudara, sejak kecil kami telah dipisahkan karena satu kondisi. Eve tinggal bersama Papa yang terpisah jauh dari Aku dan Mama. Malang bagi Eve karena baru dalam tiga tahun terakhir kami dan dia mengetahui bahwa Eve menderita Leukemia. Akhirnya Papa memutuskan untuk mengirim Eve tinggal bersama kami dan menjalani perawatan. Tiga tahun yang dilalui Eve adalah tahun-tahun terberat baginya. Tapi Eve melaluinya dengan sangat biasa, meski akhirnya dia harus membohongi orang lain termasuk kamu dengan berpura-pura menunjukkan kebahagiannya, yang tidak lain adalah diriku.” Sang pengantin yang ternyata adalah Anne menggenggam tangan Sean erat.

Seketika Sean terduduk lemas, tak ia pedulikan air mata yang mengalir dengan derasnya. Sore itu Sean mengunjungi tempat peristirahatan terakhir Eve sebelum ia benar-benar kembali dengan kenangan bersama Eve yang justru semakin segar dalam ingatannya dibanding tiga tahun terakhir saat Eve meninggalkannya.

Meski pada awalnya kau ciptakan kepahitan, salahku karena ketidaktahuanku. Dan pada akhirnya kau hadirkan kembali cinta yang murni tanpa harus menyentuhku dengan jemarimu, tanpa harus menatapku dengan kedua matamu dan tanpa harus mengucapkan CINTA oleh lidahmu lewat bibir manismu yang selalu merekah dengan senyuman. Kubangga akan rinduku saat kepergianmu yang pertama, tak kuanggap rasa sakitku karenamu. Karena aku hanya RINDU. Dan murni cintamu menghadirkan rindu yang semakin kuat dalam benak dan batinku. Selamat Jalan Eve. Terima kasih untuk hadiah terindahmu.

-0O0-

One thought on “Chapter 2 : Bening Cintamu

Leave a comment